FoMo VS JoMo: MANAKAH YANG LEBIH BAIK?
Oleh:
Munisa, M.Psi., Psikolog
Halo, Mentari’s! Akhirnya ketemu lagi nih sama mintari (a.k.a admin Rumah Mentari)!
Siapa di sini pernah lagi scroll media sosial, lihat temen
lagi healing, ada yang happy-happy, ada yang networking, dan tiba-tiba mentari’s
ngerasa... “Kok aku nggak di sana juga ya?” Tenang, mentari’s nggak sendiri.
Tapi pernah juga nggak sih, mentari’s ngerasa damai banget saat memilih diem di
rumah, jauh dari keramaian? Yuk, bahas bareng soal perbandingan dua fenomena
yang sering kita alami di era digital: FoMO (Fear of Missing Out) dan JoMO
(Joy of Missing Out).
Di era digital saat ini, kita sering
kali dihadapkan pada dua fenomena yang bertolak belakang: FOMO (Fear of Missing
Out) dan JOMO (Joy of Missing Out). Keduanya berkaitan dengan cara kita
berinteraksi dengan media sosial dan teknologi, namun memiliki dampak yang
sangat berbeda terhadap kesehatan mental dan kualitas hidup.
Apa Itu FOMO? FOMO adalah rasa takut kehilangan pengalaman, informasi,
atau momen berharga yang dilakukan orang lain di media sosial. Biasanya, orang
yang mengalami FOMO akan terus memantau media sosial dan merasa tidak tenang
jika melihat orang lain bahagia, sukses, atau sedang menikmati sesuatu yang
menarik. Perasaan ini bisa menimbulkan kecemasan, iri, dan stres karena merasa
tertinggal atau tidak cukup baik.
Apa Itu JOMO? Sebaliknya, JOMO adalah kebalikan dari FOMO. Joy of Missing
Out adalah sikap bahagia dan puas karena mampu memilih fokus pada diri sendiri
dan tidak selalu merasa harus mengikuti tren atau aktivitas orang lain. Orang
dengan JOMO cenderung merasa tenang, bersyukur, dan mampu menikmati hidup
sesuai dengan nilai dan prioritas pribadinya. Mereka menyadari bahwa tidak
semua informasi dan tren harus diikuti, dan itu justru membawa kedamaian batin.
Perbedaan Utama Antara FOMO dan JOM
- Emosi:
FOMO dipicu oleh rasa cemas dan iri, sementara JOMO mendasari perasaan
damai dan syukur.
- Perilaku:
FOMO membuat orang terus memantau media sosial dan mengikuti segala tren,
sedangkan JOMO mendorong orang melakukan sesuatu yang bermakna dan mampu
menolak hal yang tidak penting.
- Motivasi:
FOMO muncul dari keinginan untuk diterima dan takut tertinggal, sedangkan
JOMO muncul dari keinginan menjalani hidup sesuai nilai pribadi dan
kebahagiaan yang autentik.
- Dampak:
FOMO dapat menyebabkan stres, kelelahan, dan penurunan kepuasan hidup.
Sebaliknya, JOMO meningkatkan kesejahteraan emosional, fokus, dan
produktivitas.
Manfaat dan Dampak Positif JOMO
Menerapkan JOMO dalam kehidupan
tidak berarti menutup diri dari dunia, melainkan menyeimbangkan penggunaan
teknologi. Beberapa manfaatnya adalah meningkatkan kesehatan mental, memperkuat
hubungan sosial yang bermakna, dan meningkatkan rasa syukur terhadap apa yang
dimiliki. JOMO juga membantu kita menghindari obsesi berlebihan terhadap media
sosial dan tren yang tak selalu relevan dengan diri.
Cara Mencapai JOMO
Beberapa langkah sederhana untuk mempraktikkan JOMO antara lain membatasi penggunaan gadget dan media sosial, lebih menghargai dan tidak membandingkan diri dengan orang lain, bersikap positif, serta selalu bersyukur atas apa yang sudah dimiliki. Mengganti konten di media sosial dengan hal-hal yang membangun dan bermakna juga bisa membantu mengurangi perasaan takut ketinggalan.
Kesimpulannya, FOMO dan JOMO sebenarnya bukanlah dua hal yang saling bertentangan, melainkan dua sisi dari cara kita berinteraksi di dunia digital. FOMO mendorong kita untuk tetap terhubung dan berkembang, sementara JOMO menjaga kesehatan mental dan ketenangan hati. Jika kita mampu menyeimbangkan keduanya, kita bisa menjalani hidup yang lebih bahagia, damai, dan bermakna.
Komentar
Posting Komentar